Les Privat Az.Zahra,--Kotabaru. Sekitar 10 ribu anak usia sekolah dasar
(SD) hingga usia sekolah menengah atas (SMA) di Provinsi Jambi ternyata
tidak bisa baca Alquran. Ini merupakan angka sementara hasil pendataan
dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Gubernur Jambi Hasan Basri Agus
(HBA) mengaku prihatin dengan kondisi ini. Katanya, untuk sementara
angka paling banyak ada di Kabupaten Merangin, yaitu tiga ribu. Kemudian
jumlah kedua yang paling banyak di Kabupaten Bungo.
“Namun untuk
kabupaten kota yang lain juga banyak. Setelah selesai seluruhnya
pendataan, diperkirakan persentasenya ada 12 ribu anak yang buta baca Alquran,” katanya, dalam acara Maulid Nabi Ikatan Keluarga Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) di Asaram Haji Jambi, Kecamatan
Kotabaru.
Dia menugaskan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran
(LPTQ) membuat program pemberantasan buta baca Alquran. LPTQ, diakuinya,
saat ini tidak sekadar melakukan kegiatan musabaqah saja, namun juga
merancang program dan tugas pemberantasan buta Alquran. Terkait itu,
anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jambi Henri Mansyur mengatakan, jumlah
anak-anak yang tidak bisa membaca Alquran diperkirakan jauh lebih besar.
Menurutnya, hasil pendataan harus divalidasi. “Hal itu memperlihatkan
kalau masyarakat Melayu Jambi yang mayoritas Islam ternyata tidak sesuai
dengan semboyan yang ada,” katanya.
Dia mengatakan, ini juga
diakibatkan perubahan pada masyarakat. Saat ini hanya sedikit masyarakat
yang sengaja menyuruh anak-anak mengaji di malam hari. Demikian juga
dengan pola pendidikan agama di desa-desa yang lebih dikenal dengan
madrasah-madrasah atau sekolah Arab. Untuk mengatasi itu, politisi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, pemerintah harus
melakukan beberapa hal melalui program dan kebijakan.
Menurutnya,
pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Departemen Agama menemukan pola
atau metode cepat untuk baca Alquran. Metode itu harus diterapkan di
sekolah-sekolah. Kedua, pemerintah memiliki program dan perhatian
terhadap Taman Pendidikan Alquran, mushola, dan madrasah-madrasah yang
ada. Kebijakan memperbanyak tempat-tempat belajar demikian juga harus
dilakukan.
“Termasuk perhatian terhadap para guru dengan insentif,
dan perhatian terhadap tempat belajar yang ada. Selam ini menurut saya
perhatian untuk itu amsih kurang sekali,” katanya. Saat ini, diakuinya
untuk lembaga seperti madsarah kurang mendapat perhatian. Perhatian
lebih banyak diberikan kepada madrasah ibtidaiyah (MI) saja.
Padahal
untuk keseluruhan madsarah di Provinsi Jambi seluruhnya ada sekitar
1.400. “Dari jumlah itu ada sekitar 200 madrasah ibtidaiyah, siasanya
adalah madrasah Diniyah yang kurang diperhatikan,” katanya.
Untuk
mengatasi hal ini, merupakan tugas bersama lembaga terkait. Mulai dari
Pemprov Jambi dengan pemerintah daerah, Dinas Pendidikan dan Kantor
Wilayah Kementerian Agama. Pemerintah kabupaten kota, menurutnya,
memiliki peran paling besar dalam mengatasi buta baca Alquran bagi
anak-anak. (JPPN)